Selasa, 02 Agustus 2011

KETUA UMUM GPBSI: BIOSKOP TIDAK AKAN PILIH KASIH

JAKARTA, Ketua Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin menjamin bioskop tak akan pilih kasih memasukan jenis film-film ke bioskop selama masih disukai pasar.

Pernyataan ini sekaligus membantah tuduhan bahwa bioskop hanya akan menerima film-film asing terutama dari perusahaan impor. "Kita tidak inginkan bioskop melakukan monopoli. Kita ingin, siapapun importirnya bisa bebas masang (film) di bioskop kita," ujar Djonny saat ditemui di Djakarta Theater XXI, Thamrin, Jakarta, usai penayangan perdana film Harry Potter and the Deatly Hallows Part 2, kemarin.

Selama ini, kabar yang beredar adalah importir besar film asing distribusi Motion Pictures Association (MPA) dituding dimonopoli oleh bentukan dari Kelompok 21 pemilik dari kompleks bioskop XXI di seluruh Indonesia. Berdasarkan daftar lulus sensor tahun 2010, terdapat tujuh importir terdaftar dan resmi.

Tiga besar importir dari Kelompok 21--Camila Internusa Film, Satrya Perkasa Esthetika Film, Amero Mitra Film--dituding menjadi sangat berpengaruh dalam memasukan film asing ketimbang empat lainnya ke bioskop karena mereka merupakan afiliasi Kelompok 21 dan pasar film asing terbesar salah satunya adalah bioskop. (Kompas, 28 Juni 2011).

Tiga besar inilah yang bermasalah--dua bermasalah, satu dilepaskan, satu perusahaan bermasalah berusaha menyelesaikan permasalahan sedangkan satu lainnya belum--menurut Dirjen Bea dan Cukai beberapa saat yang lalu (Kontan, 18 Mei 2011).

"Soal itu kita tidak mau mencampuri. Ada KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)," kilah Djonny.

Menurut Djonny, Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2 sendiri dimasukan oleh perusahaan importir baru bernama Omega Film. Meski sempat dituding Omega Film masih merupakan afiliasi dari Camila Internusa Film, Djonny mengaku senang bioskop mendapatkan celah masukan baru distribusi film asing yang sempat terhenti akibat permasalahan tunggakan pajak dua dari tiga perusahaan importir film asing besar terjadi.

"Katakanlah ada tiga perusahaan yang bermasalah. Taruhlah dia dicekal, nggak boleh impor. Lalu ada perusahaan baru bernama Omega Film, dikasih izin pemerintah, lalu ke AS mohon pada MPA dan dapat izin. Dapatlah Harry Potter tayang di bioskop di Indonesia," terang Djonny.

"Bagus kok Omega Film. Kita berterimakasih kepada dia, selain legal, dia juga cukup kuat berjuang. Dia diterima baik dan boleh mengambil film dari MPAA. Dia juga punya izin pemerintah. Bagus dong," sambungnya lagi.

Omega Film merupakan satu-satunya yang lolos seleksi pemerintah dari enam perusahan impor film asing yang direncanakan berdiri semenjak terjadi kekisruhan pajak di tiga besar perusahaan importir film nasional.

Sekali lagi, Djonny meminta jangan mencampuradukan masalah dan meminta KPPU untuk menindaklanjuti jika benar seperti yang ditudingkan. Sayangnya, Djonny enggan memaparkan lebih terperinci mengenai mekanisme penayangan film asing di bioskop-bioskop yang menjadi naungan organisasinya. "Yang penting kita ngikutin pasar. Kalau tidak laris, besoknya tidak laris, ya besoknya akan digulung. Setiap wilayah juga memiliki pasar berbeda-beda," jawabnya singkat.

(sumber : enteretainmenkompas.com)

Tidak ada komentar: